Rabu, 19 Juni 2013

Antara Usaha dan Doa

             

             Selain karena Imel kakak kandung Bari yang melahirkan sepasang bayi kembar, tak ada yang membuat Bari bahagia selain 5 hari lagi dia akan menjadi suami Keke, gadis yang sudah dipacarinya selama satu tahun ini. Bukan apa yang membuatnya begitu bangga dan bahagia, mengingat segala perjuangan yang telah dia tempuh untuk mendapatkan hati seorang anak tunggal dari juragan toko meubel itu. Apa lagi ayah Keke adalah seorang pengusaha bergelar Haji yang terpandang dan dihormati di desanya. Selain karena setatus sosial yang bagai bumi dan langit, Bari yang hanya lulusan D3 Teknik Informatika itu harus bersaing dengan banyak pemuda yang lebih tampan dan mapan. Namun dengan tekatnya yang bulat dan cintanya terhadap Keke, perlahan tapi pasti Bari dapat menggugurkan asa para pesaingnya. Bahkan kini dia mulai bisa mengembangkan usahanya dengan pesat, kini Bari sudah punya ruko sendiri dan memiliki beberapa pegawai. Keke yang telah melihat ketulusan dan perjuangan Bari untuk merebut hatinya pun akhirnya takluk juga. Namun perjuangan Bari belum selesai, masih ada ladang ranjau yang harus di lalui Bari, ialah Haji Hambadli ayah Keke. Selain karena titelnya yang sebagai haji dan orang terpandang di desa itu, Haji Hambadli sangatlah berharap putri semata wayangnya mendapatkan seorang lelaki yang bisa menjadi pelindung sekaligus imam baginya. Haji Hambadli tak luput menyaksikan sendiri perjuangan Bari untuk mendapatkan Keke, namun ada ganjalan dalam pikiran haji Hambadli, di matanya Bari belum bisa menjadi imam yang baik untuk keluarganya kelak. Selain karena Hambadli adalh orang yang kolot soal agama, bari sendirilah yang telah menempelkan bom waktu pada dirinya sendiri, Bari terlalu jaim dengan membuat pencitraan berlebih sebagai pemuda alim di depan calon mertuanya.
                Hingga Bari harus melakukan berbagai macam tes dari Hambadli, seperti anak SD yang ingin naik kelas. Akhirnya dapat pula Bari melakukan segala macam tes yang telah diberikan haji Hambadli, yang berarti  lampu hijau untuk Bari. Tiga bulan berselang haji Hambadli meninggal dunia, sehabis memimpin sholat subuh haji Hambadli menghembuskan nafas terahirnya dengan mudah. Kata orang dahulu, orang yang mati dalam keadaan demikian, adalah orang yang dalam semasa hidupnya bertindak dalam jalan yang benar. Makin besarlah cinta Keke kepada Bari, karena merasa hanya Bari lah yang bisa melindunginya sekarang. Hingga akhirnya, ditentukanlah lima hari lagi sebagai hari pernikahan mereka. Dalam adat didesa tersebut saat acara pernikahan haruslah ada seorang penceramah dan pendoa sebagai syarat. Di desa itu ada seseorang yang selalu bahkan pasti diserahi mandat tersebut, adalah mbah Diran tetua kampung yang selalu dan satu-satunya yang bisa melakukannya. Namun Bari kurang suka dengan orang tua itu, baginya mbah Diran adalah orang yang menghancurkan semangat beribadah para kawula penduduk desa. Banyak warga yang selalu mengeluh bila mbah Diran mengimami sholat berjamaah di masjid, hal itu adalah karena Mbah Diran selalu memakai ayat dan surat yang panjang dalam sholatnya. Begitu pula saat ceramah, bisa-bisa membuat para jamaah meringis karena keram. Hal lain yang membuat Bari tidak begitu menyukai Mbah Diran adalah ketika Mbah Diran memimpin tahlilan bersama di masjid, Mbah Diran selalu membacanya dengan lafal yang meliuk-liuk bagai gitar spanyol, yang tidaklah mudah ditiru para jamaah.
                Sebetulnya banyak warga desa yang tidak menyukai tingkah Mbah Diran, namun jika ada yang berani tidak melibatkan Mbah Diran dalam hal-hal penting di kampung, maka maka Mbah Diran akan ngambek seperti anak kecil dengan cara mengucilkan diri. Jika malam ini ada acara penting di desa dan Mbah Drian tidak dilibatkan, maka esok subuh Mbah Diran akan tidak muncul di masjid. Bahkan dzuhur, ashar, magrib hingga isya’, Mbah Diran tidak akan memunculkan batang hidungnya. Jika sudah begitu warga desa akan dibuat geger dan segera mencari sumber penyebabnya, memarahi sang kreator, kemudian berbondong-bondong menuju rumah Mbah Diran untuk meminta maaf, maka keesokan harinya Mbah Diran pasti sudah muncul lagi di masjid. Itulah yang membuat Bari kurang suka terhadap sesepuh desa itu, dalam hatinya dia bersikeras ingin menghilangkan tradisi ngambek-mengambek ini. “Aku harus memberi pelajarn buat si tua itu” pikirnya, Bari ingin agar warga desa tidak takluk dengan ngambeknya Mbah Diran itu. Sampai tiga hari sebelum acara pernikahannya, Bari menemukan ide untuk membuat Mbah Diran jera, idenya tersebut disampaikan pada calon istrinya. Keke hanya bisa mengangguk dan berpesan supaya Bari berhati-hati “Hati-hati ntar kualat lo mas”, Bari hanya menyeringai tak jelas. Ketika dia akan keluar dari rumah Keke, terdengar suara pengumuman dari speaker masjid, dikabarkan kalau Mbah Diran meninggal ketika memimpin sholat magrib berjamaah, Mbah Diran meninggal dengan cara yang sama dengan Haji Hambadli ayah Keke. Malang bagi Bari yang harus menunda pernikahannya dengan Keke, karena menurut tradisi di desa, sebelum 100 hari meninggalnya sesepuh desa, maka tidak boleh ada segala macam pesta, dan desa itu kini kehilangan sosok Mbah Diran dan segala keunikannya. Sekarang bila ada acara pernikahan, tahlilan, dan lain-lain harus mendatangkan ustad dari desa lain, karena Mbah Diran adalah generasi terahir di desa itu.

(kutip: Kisah Pengantin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar